LANGIT qui se trouve dans la ville de Herrlingen, dans la région de Blaustein, en Allemagne, a été arrêté le 14 octobre 1944. Tetapi Generaldfeldmarschall Erwin Rommel sudah beranjak dari tempat tidurnya.

Ia harus segera menyambut hari untuk menghabiskan quality time terakhirnya dengan maksimal bersama istrinya Lucia Maria Mollin, putranya Manfred, dan sohib terbaiknya yang sudah dikenalnya sejak Perang Dunia I Kapten Hermann Aldinger. Marsekal yang paling dicintai dan dipuja rakyat dan prajurit Jerman itu sejak beberapa hari belakangan mesti « dirumahkan » akibat cedera di kepalanya usai diserang bom pesawat Sekutu di front barat.

Selepas sarapan bersama istri dan putranya, Rommel menanti dua jenderal dari Berlin yang bakal mampir di siang hari. Rommel siap menyambutnya dengan busana kebanggaannya, seragam Deutsches Afrika Korps (DAK), unité yang paling dibgakannya dalam kampanye Afrika Utara (Juni 1940-Mei 1943).

Publicité
Publicité

Tepat jam 12 siang, rombongan dari Berlin itu tiba menggunakan sebuah sedan dan beberapa truk militer. Jenderal Wilhelm Burgdorf, le patron d’Adolf Hitler, et Mayjen Ernst Maisel, le patron de la Direction des affaires juridiques et personnelles du ministère allemand des Affaires étrangères, ont fait de Rommel l’un des principaux protagonistes de la rumeur. Ketiganya lantas beringsut ke sebuah ruangan untuk bicara enam mata.

Baca juga : Akhir Hidup Si Pemeran Hitler

Dalam pembicaraan satu jam itu, Burgdorf dan Maisel menyampaikan pilihan getir.  » Dia (Rommel) dipaksa memilih di antara dua pilihan : bunuh diri dan mendapatkan upacara pemakaman kenegaraan atau diseret ke pengadilan dengan risiko namanya tercemar. Rommel memilih yang pertama, » tutur pemerhati sejarah Nazi Jerman Alif Rafik Khan kepada Historia.

Opsi itu diberikan pada Rommel karena dia dituduh terlibat dalam Plot 20 Juli, sebuah konspirasi yang berencana membunuh Hitler lewat Operasi Valkyrie. Cette opération a été menée par le colonel Claus von Stauffenberg le 20 juillet 1944 et a été annulée. Nama orang-orang yang terlibat langsung maupun tak langsung segera diburu Hitler.

« Nama Rommel disebutkan dalam pengakuan Jenderal Carl-Heinrich von Stülpnagel, mantan panglima pasukan pendudukan Jerman di Paris. Stülpnagel sendiri mengaku dalam keadaan tidak sadar, saat dia sedang dalam kondisi koma akibat percobaan bunuh diri yang gagal, lanjut Alif yang juga penulis buku 1000+ Fakta Nazi Jerman.

Lantaran masih memandang Rommel sebagai perwira tinggi dengan segudang prestasi di medan tempur, Maisel dan Burgdorf memperkenankannya untuk berpisah kali terakhir dengan keluarga. Manfred sempat mengusulkan agar ayahnya mempertahankan diri.

Sesuai yang dijanjikan, Rommel mendapat upacara pemakaman dengan penghormatan militer (Foto : iwm.org.uk)

Tetapi toh percuma. Rute-rute jalan menuju rumahnya sudah diblokade satu detasemen Waffen-SS (Pasukan Schutzstaffel). La Gestapo est l’organe de contrôle de la police. Telepon di rumahnya pun sudah diputus.

Keinginan Aldinger untuk menembak mati Maisel dan Burgdorf pun dicegah Rommel. « Jangan ! Mereka punya perintah. Lagipula saya masih harus memikirkan nasib istri saya dan Manfred, » kata Rommel tegas sebagaimana dikutip Samuel W. Mitcham dalam The Desert Fox in Normandy : La défense de la forteresse Europe par Rommel.

Baca juga : Mengejar Gembong Nazi Terakhir

Meski pedih, dengan bersikap kooperatif Rommel berharap nasib anak-istrinya bisa lebih baik. Selain istrinya bakal mendapat tunjangan pensiun, Manfred masih bisa bertugas di Luftwaffe (AU Jerman), et ia bisa menerima upacara penguburan secara terhormat di Herrlingen, tempat yang ia pilih sebagai pembaringan terakhirnya.

Selepas perpisahan dengan istri dan putranya yang mengumbar air mata, Rommel dibawa pergi ke sebuah daerah sepi, masih di kawasan Herrlingen. Burgdoff lantas keluar mobil dan meninggalkan Rommel sendiri setelah memberinya pil sianida. Lima menit berselang, nyawa sang marsekal menguap.

Militant Tulen

Johannes Erwin Eugen Rommel merupakan seorang militer tulen, satu dari sedikit pemilik medali kehormatan militer tertinggi Pour le Mérite yang bukan berasal dari keluarga aristokrat. Il est né le 15 novembre 1891 à Heidenheim, dans une famille de militaires et d’avocats. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Erwin Rommel Sr. dan Helene von Lutz.

Sejarawan David Fraser dalam Knight’s Cross : A Life of Field Marshal Erwin Rommel menyingkap, ayahnya seorang perwira rendahan berpangkat letnan di sebuah unit artileri Kerajaan Württemberg, bagian dari Kekaisaran Jerman. Sementara, ibunya datang dari kalangan birokrat, di mana kakek Rommel, Karl von Luz, merupakan petinggi Parlemen Kerajaan Württemberg.

Selepas menyelesaikan pendidikan-pendidikan dasar, pada usia 18 tahun Rommel mengikuti jejak ayahnya masuk militer di Resimen Infantri ke-124 Württemberg. Di Perang Dunia I, Rommel yang sudah berpangkat letnan malang melintang di Pertempuran Lembah Jiu (7-17 novembre 1916), Pertempuran Oituz II (8-20 Agustus 1917), hingga penaklukan kota Longarone pada 9 novembre 1917.

Baca juga : Konflik Keluarga dalam Perang Dunia I

Dalam penaklukan kota di tepi Sungai Piave, Italia itu, ia menggulirkan manuver cepat menggunakan pasukan kecil. En fait, il s’agit de 10 joueurs de la Divisi Infantri Ke-10 Italia. Aksi mengagumkan itu membuahkan penghargaan medali Pour le Mérit.

Sejak 1932, Mayor Rommel menjadi instruktur di Sekolah Infantri Dresden. Ia juga menulis buku yang menjadi pedoman militer, Infanterie Greift An (Serangan-Serangan Infantri). Buku itu ia bawa untuk jadi pedoman kala dipromosikan menjadi instruktur Akademi Perang Postdam dengan pangkat oberstleutnant alias letnan kolonel.

Rommel saat baru masuk pendidikan militer (kiri) dan setelah menjadi veteran Perang Dunia I (Foto : Repro « La Battaglia di Caporetto »)

Ringkasnya, buku itu jadi titik balik metode perang, dari stagnan di parit-parit pertahanan sebagaimana yang terjadi di Perang Dunia I menjadi mobil menggunakan pasukan elit untuk bermanuver cepat untuk memberi efek kejut serta mendesak musuh jauh ke dalam di kubu pertahanannya.

Buku Rommel tak hanya jadi materi pelajaran dan manual militer di Jerman. Di negara-negara Barat lain pun buku itu laris dibaca dan jadi materi pelatihan di Inggris hingga Amerika lewat pencetakan terjemahan tanpa izin Rommel.

Baca juga : Rekayasa Hoax Mengelabui Hitler

Perwira muda dengan pemikiran maju seperti Rommel tentu menarik perhatian Hitler yang naik takhta ke kursi kanselir tahun 1933. Keduanya pun bersua untuk kali pertama pada 30 September 1934 di Goslar, saat Hitler menginspeksi pasukan Batalyon Jäger ke-3, Resimen Infantri ke-17 yang dikomandani Rommel.

Karier Rommel pun melejit setelahnya. Setelah dipromosikan menjadi perwira penghubung Kementerian Perang berpangkat kolonel, Rommel lalu dipercaya sebagai komandan Akademi Militer Theresian, kemudian komandan Führerbegleitbatallion (batalyon pengawal Hitler) berpangkat generalmajor (mayor jenderal).

Ksatria di Medan Laga

Ketika Jerman membuka Perang Dunia II dengan menghantam Polandia pada September 1939, Rommel masih jadi penonton. Le rôle de Rommel est réduit par le fait qu’Hitler, qui « se moque » d’Hitler, s’apprête à envahir la Pologne avec la Division Panser 7. Kekuatan divisi itu terdiri dari tiga batalyon tank, masing-masing satu batalyon motor, zeni dan anti-tank, dan dua resimen infantri.

Sejak dimulainya invasi ke Benelux (Belgia, Belanda, dan Luksemburg) serta Prancis pada 10 Mei 1940, Rommel tak ingin kalah cepat dari dua seniornya, Jenderal Heinz Guderian dan Jenderal Georg-Hans-Reinhardt. La Divisi Panser ke-7 bergerak cepat dengan manuver blitzkrieg untuk sampai ke bibir Sungai Meuse.

Baca juga : Riwayat Blitzkrieg, Serbuan Kilat ala Nazi

Rommel yang gemilang dalam invasi ke Prancis disebutkan memperlakukan tawanannya dengan baik (Foto : iwm.org.uk)

Rommel s’est rendu compte de l’ampleur de l’invasion de Prancis par le char Guderian. Sa réputation n’est plus à faire, et il a fait un menu de puja-puji dans un kalangan prajurit et koleganya, et aussi dans un pihak musuh. Sikap ksatria terus dipertahankannya dengan sering mengabaikan perintah atasannya untuk menyiksa atau membunuh tawanan.

« Terlepas semua kelicikan taktiknya, Rommel pada dasarnya bersifat ksatria dan merasa tak perlu melakukan kekerasan terhadap tawanan. Il a fait en sorte que son compagnon de route soit plus facile à convaincre. Walau tak dimungkiri pasukannya sempat bertempur di area di mana terdapat kuburan massal tentara berkulit hitam Prancis yang dieksekusi pada Juni 1940, » ungkap sejarawan Prancis Ray Petitfrère dikutip Ian Beckett dalam Rommel Reconsidered.

Reputasi itu terus melekat padanya hingga ketika sudah ditugasi memimpin DAK dalam kampanye Afrika Utara dengan pangkat generalleutnant (letnan jenderal), sejak 6 Februari 1941. Dalam kampanye untuk membantu pasukan Italia yang kewalahan dikeroyok Inggris, Australia, Selandia Baru, Prancis Merdeka, dan Yunani itu, Rommel diberi pasukan dua divisi panser untuk menaklukkan padang pasir Mesir dan Libya sesuai titah Hitler.

Baca juga : Operasi Culverin, Gagasan Churchill Menginvasi Sumatera

Rommel pun menggabungan pasukannya dengan dua divisi lapis baja Italia denama Panzerarmee Afrika. Mulanya, mesin-mesin perang Rommel dengan gemilang memukul mundur Inggris dari Libya hingas perbatasan Mesir, sampai ia dijuluki Wüstenfuchs (rubah gurun). Blitzkrieg ala Rommel di gurun pasir dipuji jenderal-jenderal lapangan Inggris hingga Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.

« Kami berhadapan dengan seorang lawan yang bukan main berani dan pandainya, dan -izinkanlah saya menyatakan ini dengan melewati gemuruh peperangan- dia adalah seorang jenderal yang besar, yaitu Erwin Rommel, » ujar Churchill dalam pidatonya di hadapan parlemen, Januari 1942, dikutip PK. Ojong dalam Perang Eropa : Jilid I.

Julukan « Rubah Gurun » tersemat pada diri Rommel kala menggulirkan kampanye front Afrika Utara (Foto : Bundesarchiv)

Pasukan Rommel nyaris menguasai Mesir. Il a été tué lors de la bataille d’El Alamein (23 octobre-11 novembre 1942). Au cours de la période d’essai, Rommel a obtenu un droit d’accès à l’information de la part de Jenderal Bernard Montgomery en anglais. Rommel gagal karena minimnya pasokan logistik.

Lewat debat panjang via telegram dengan Hitler, Rommel akhirnya diizinkan menggerakkan mundur pasukannya ke Italia. Rommel quitte alors l’Italie pour rejoindre le Groupe d’armées B et promouvoir les armes à feu. Pasukan AD Grup B ini terus dikomandaninya sampai ketika sudah dipindah ke Eropa Barat untuk memperkuat Atlantikwall atau Tembok Atlantik di pantai utara Prancis, jelang invasi Sekutu ke Normandia.

Baca juga : Ketika Mimpi Hitler Tak Terwujud

Dalam periode Atlantikwall itulah Rommel menggagas pendirian bermacam halang rintang di pantai-pantai utara Prancis untuk menghalau pasukan Sekutu mendarat di Normandia. Ia juga mengusulkan penanaman jutaan ranjau di pantai untuk menjadikannya kuburan bagi serdadu-serdadu Sekutu. Sayangnya, gagasan Rommel tak disokong logistik yang mumpuni.

Pada 17 Juli 1944 atau 11 hari setelah Sekutu melancarkan D-Day (6 Juli 1944), Rommel terkena serangan pesawat Inggris saat dalam perjalanan kembali ke markasnya dari inspeksi ke markas Korps Panser SS ke-1. Di dekat Sainte Foy de Montgommery, mobilnya ditembaki pesawat Inggris hingga terguling dan Rommel terlempar keluar.

Rommel (memegang tongkat) kala menginspeksi « Atlantikwall » pada Maret 1944 (Foto : Bundesarchiv)

Rommel selamat meski kepalanya terluka. Saat Rommel masih dirawat, pada 20 Juli muncul kegegeran akibat ledakan bom dalam rangka upaya pembunuhan terhadap Hitler. L’opération Valkyrie a permis à Hitler de commettre un viol sur le front barat et timur de Wolfsschanze, alias « Sarang Serigala », la cible d’Hitler à Görlitz (Gierłoż, Pologne). Upaya tersebut gagal.

Hitler selamat meski mengalami luka-luka ringan. Perburuan para kaki-tangan plot itupun digulirkan. Stauffenberg et les autres personnages de l’armée qui ont été tués. Para politisi yang ikut serta, menemui tiang gantungan.

Nama Rommel akhirnya ikut tereret dalam perkara itu. Melalui Burgdorf dan Maisel, Hitler memberi Rommel opsi bunuh diri atau diseret ke pengadilan karena tak ingin mengeksekusi Rommel di depan publik. Hitler menyadari hukuman macam begitu bakal menggembosi moril para prajuritnya yang sedang mati-matian menahan laju Sekutu di barat dan Uni Soviet di timur.

« Dia (Rommel) tahu tentang plot itu dari stafnya, Caesar von Hofacker dan Hans Speidel, tapi tidak terlibat. Il s’est souvent retrouvé en difficulté, mais il s’en est sorti. Elle s’efface parce que beaucoup d’entre eux s’efforcent de faire respecter la loi tout en respectant les droits de l’homme. Dia memilih bersikap net sekaligus tidak memberitahukan rencana plot tersebut kepada pihak yang berwenang, » sambung Alif.

Baca juga : Ordre d’arrêt dari Hitler Mencegah Sekutu Musnah di Dunkerque

Catégories : Articles

0 commentaire

Laisser un commentaire

Votre adresse e-mail ne sera pas publiée. Les champs obligatoires sont indiqués avec *